Selamat Datang di Situs akhmadshoim.blogspot.com Cp. 082323989890 e-mail: soimah49@gmail.com

Kamis, 11 April 2013

Pro Kontra RUU Ormas


Oleh: Akhmad Shoim*
Pembahasan RUU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang akan disahkan besok hari Jum’at 12 April oleh Dewan Perwakilan Rakyat banyak menuai pro dan kontra.
Pihak yang pro berasal dari para anggota dewan yang berpendapat bahwa adanya RUU Ormas nanti bisa mengurangi konflik anarkisme antar kelompok. Dalam hal ini, pemerintah (DPR) seolah-olah memaksakan pengesahan RUU Ormas yang banyak menuai kritik agar segera menjadi Undang-Undang.
Meskipun begitu, pemerintah seharusnya melibatkan Ormas-Ormas yang ada untuk memberikan masukan serta kontribusinya terkait RUU Ormas. Karena RUU nanti akan berdampak langsung terhadap hidup mati serta maju atau mundurnya Ormas yang ada di tanah air.
Sementara pihak yang kontra berasal dari sebagian besar Ormas terbesar di Indonesia. Diantaranya yaitu Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, HTI, KPMP, dan yang lainnya. Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan menolak rancangan RUU Ormas tersebut, dengan alasan dikhawatirkan menimbulkan sikap represif dan otoriter serta membuka intervensi pemerintah terlalu banyak terhadap Ormas. RUU Ormas dianggap mengebiri kebebasan berorganisasi masyarakat sipil. Harus ada pembedaan antara ormas, yayasan dan perkumpulan.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan RUU Ormas dihapus saja, hal itu disebabkan naskah RUU kurang melihat faktor kesejarahan Ormas dalam kontribusinya terhadap pembentukan NKRI. Sementara Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menolak terhadap adanya RUU Ormas tersebut. HTI menganggap sejumlah pasal memberatkan ormas. Di antaranya pasal 2 dimana HTI menganggap akan adanya penghidupan kembali ketentuan asas tunggal, pasal 7 terkait larangan berpolitik bagi ormas, dan pasal 58, 61, dan 62 mengenai kontrol ketat ormas oleh pemerintah karena dikhawatirkan akan kembali seperti zaman orde baru.
Terdapat beberapa pasal yang tidak sesuai dengan kebanyakan Ormas di Indonesia. Pasal-pasal yang terdapat dalam RUU Ormas mengandung terlalu banyak kelemahan dan kesalahan. Beberapa kelemahan tersebut adanya tumpang tindih hukum UU yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu perlu diperhatikan sebelum RUU ini disahkan.
Dasar kontroversi RUU Ormas terhadap pasal-pasal yang ada, di pasal 1 definisi ormas terlalu luas. Di pasal 8-14 pendirian ormas yang mengaburkan bentuk organisasi, antara perkumpulan, ormas, yayasan. Pasal 15-18 aturan menganai kewajiban pendaftaran bagi seluruh ormas. Surat keterangan terdaftar dikeluarkan oleh menteri dan kepala daerah. Pasal 50 larangan terhadap multitafsir. Pasal 51-53 ketentuan sanksi membuka peluang bagi pemerintah untuk membubarkan atau membekukan ormas.
Perlu diketahui bahwa, RUU ini dapat melemahkan eksistensi masyarakat sipil. Inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28, serta memasung kebebasan berserikat. RUU Ormas tidak memiliki urgensi yang jelas. Bisa jadi hal ini meluas untuk mengontrol kelompok yang peduli terhadap HAM, pekompok peduli anti korupsi ataupun kelompok yang  peduli lingkungan .
Semua itu menunjukkan, RUU Ormas potensial digunakan kekuasaan untuk menekan organisasi masyarakat sipil. Ada semangat anti-demokrasi dengan keinginan mengontrol masyarakat terlalu ketat.
Masyarakat sipil seolah-olah menjadi bulan bulanan anggota dewan, yang seenaknya membuat undang-undang tanpa memperhatikan pekentingan masyarakat banyak. Tentunya masih banyak RUU lain yang lebih penting untuk dibahas, misalnya pembaruan UU tentang Yayasan dan Perkumpulan. Sudah lengkap kritik terhadap kelakuan buruk anggota dewan.  Nama rakyat dijadikan tameng untuk memperkaya diri, suka jalan-jalan menghabiskan uang Negara, suka korupsi, melakukan tindakan amoral, membuat kebijakan yang tidak pro-rakyat.
Penulis berharap adanya solusi kongkrit dalam menangani masalah ini. Pertama, semua pasal-pasal yang bermasalah dan lemah seharusnya dibenahi bersama perwakilan pimpinan Ormas yang ada. Kedua, jangan sampai kedepan muncul pengekangan, pembatasan ataupun pemberangusan pemerintah terhadap Ormas-Ormas yang ada seperti pada masa Orde Baru. Jika solusi itu bisa tercapai maka penulis yakin tidak akan ada lagi kontroversi dalam pemutusan RUU Ormas menjadi Undang Undang.
Demikian juga, agar RUU nanti sesuai dengan harapan masyarakat sipil, maka perlu ada komunikasi antara Pansus RUU Ormas dan sejumlah organisasi masyarakat. Pansus RUU Ormas harus mendengarkan dan mempertimbangkan semua aspriasi yang disampaikan oleh sejumlah organisasi masyarakat.
*Litbang SKM Amanat IAIN Walisongo.


1 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites