Oleh: Akhmad Shoim*
Citra Kementrian Agama kembali tercoreng lagi, setelah kasus Maret
tahun 2003 dugaan korupsi Rp. 116 miliar di Direktorat Jendral Pembinaan
Kelembagaan Islam Kementrian Agama (Kemenag).
Komisi pemberantasan korupsi (KPK) sepekan lalu, menangkap
tersangka Zulkarnaen Djabar pada kasus proyek penggandaan Al-Quran di Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama pada 2011 – 2012.
Zulkarnaen adalah politikus Golkar di komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat yang
membidangi agama sejak 2004.
Selain Zulkarnaen, anaknya yang bernama Dendy Prasetya, Direktur PT
Karya Sinergi Alam Indonesia, juga sebagai tersangka, dia juga menyetir pejabat
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam guna memenangkan PT Adhi Aksara
Abadi Indonesia sebagai pemenang proyek. Keduanya diduga menerima suap Rp. 4
Miliar dari proyek pengadaan Al-Quran pada 2011 – 2012, serta proyek
laboratorium komputer untuk madrasah tsanawiyah 2010 di Kementrian Agama.
Logikanya, Jika Kementrian Agama yang mengurusi kegamaan di
Indonesia saja melakukan korupsi, bagaimana dengan Kementrian yang selain
agama. Tentu, pasti akan lebih parah lagi.
Pertanyaannya kenapa orang yang bisa dikatakan paham agama
melakukan kegiatan yang dilarang agama berupa korupsi? Pertanyaan kedua kenapa
yang dikorupsi itu Al-Quran tidak yang lain?
Kasus korupsi memang perbuatan yang tidak terpuji. Akan tetapi
lebih tidak terpuji lagi jika yang di korupsi itu kitab Tuhan berupa Al-Quran.
Sesuatu yang disakralkan umat Islam dianggap sebagai lahan basah untuk
memperkaya diri, serta mencari uang sebanyak-banyaknya.
Masyarakat awam pasti terheran dan menganggap tersangka sudah
“GILA” atas perbuatan yang dilakukan tersangka dengan mempermainkan agama
sebagai lahan korupsi. Perbuatan ini sungguh diluar batas kewajaran. Tersangka bisa
dikatakan orang tidak bermoral, meskipun dia secara keilmuan mencapai gelar
yang tinggi secara akademis maupun keagamaan.
Meniru bahasanya Ibnu Djarir, ketinggian keilmuan akademik/keagamaan
tidak selalu pararel dengan kebaikan moral dan akhlak seseorang. Karena akhlak
itu terbentuk seperti iman, bisa bertambah juga bisa berkurang.
Bagi orang berpendidikan, perbuatan ini merupakan perbuatan
demoralisasi yang dilakukan oknum di Kementrian Agama guna merusak citra di
Kemenag. Dia tidak memikirkan efek jangka panjang yang di terima Kemenag dalam
menghadapi kasus ini.
Yang seharusnya dibangun Kemenag yaitu mengembalikan citra lembaga
agar menjadi baik di mata masyarakat Indonesia. Kemenag seharusnya juga sebagai
contoh baik bagi lembaga di kementrian yang lain. Bukan malah memberi contoh
jelek dengan melakukan kasus korupsi tersebut.
Jikalau yang terjadi sudah seperti ini, maka jalan bagi Kemenag yang
paling penting yaitu mengembalikan citra
baik kepada masyarakat luas. Karena instansi sudah telanjur tercemar buruk.
Kemenag harus membuka diri dengan memberikan pelayanan yang baik
pada masyarakat, serta direspon dengan cepat dan transparan. Semoga!
*Staf Humas IAIN Walisongo Semarang, Litbang SKM Amanat.
0 komentar:
Posting Komentar