Selamat Datang di Situs akhmadshoim.blogspot.com Cp. 082323989890 e-mail: soimah49@gmail.com

Selasa, 10 Juli 2012

Mengkaji Perbedaan Awal-Akhir Ramadan 1433 H


Sebentar lagi umat Islam akan menunaikan ibadah puasa Ramadan 1433 H. Akan tetapi, sebagian besar umat bimbang akan kepastian tanggal awal Ramadan. Kebimbangan ini disebabkan ada dua versi tanggal penentuan awal Ramadan yang dilakukan oleh Ormas ternama.
Keduanya merupakan Ormas terbesar di Indonesia. Pertama, versi Muhammadiyah yang melakukan puasa Jumat 20 Juli 2012. Kedua, versi Nahdlatul Ulama (NU) yang melakukan puasa Sabtu 21 Juli 2012. Kenapa demikian?
Dalam penentuan awal-akhir Ramadan ada dua metode. Pertama, penentuan awal-akhir Ramadan dengan metode hisab atau penghitungan menurut beberapa kitab falak. Kedua, penentuan dengan metode rukyah. Metode ini dilakukan dengan rukyatul hilal, yaitu melihat posisi hilal/bulan dengan teropong bintang. Sebelum melakukan rukyatul hilal (melihat bulan), para ahli falak menghitung awal-akhir Ramadan dengan metode hisab, baru kemudian melakukan rukyatul hilal dengan teropong bintang.
Organisasi masyarakat (Ormas) Muhammadiyah menentukan awal Ramadan pada hari Jumat, 20 Juli 2012. Ia menggunakan metode hisab Hakiki bi al-Tahkik. Ormas ini mengambil keputusan berdasar pada wujudul hilal, yaitu munculnya hilal di atas ufuk. Puasa bisa dilaksanakan jika posisi bulan berada di atas ufuk walaupun setengah derajat. Muhammadiyah menggunakan metode hisab saja tanpa melakukan rukyah. Selain Muhammadiyah, Persis juga melakukan hal yang sama.
Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan penghitungan dengan metode imkanur rukyah dimana tinggi hilal minimal dua derajat untuk menentukan awal bulan.
NU juga menggunakan  hisab (penghitungan) guna mengetahui posisi hilal serta melakukan pengkajian ilmiyah. Baru kemudian dilanjutkan dengan melakukan rukyatul hilal.
Rukyatul hilal adalah melihat secara langsung bulan sabit muda pertama yang dapat dilihat setelah terjadinya konjungsi (ijtimak) bulan baru pada arah dekat matahari terbenam yang menjadi acuan permulaan bulan dalam kalender Islam (Slamet Hambali: 2012).
Dalam melakukan rukyatul hilal ada beberapa kriteria bulan dapat dilihat. Pertama, posisi hilal di atas 2 derajat di atas ufuk (garis horizontal langit). Kedua, tidak terhalang oleh kabut, planet, awan mendung, atau benda-benda langit lain yang menghalangi terlihatnya bulan. Oleh karena itu, dalam melakukan rukyatul hilal harus dilakukan dengan ketelitian, Serta dilakukan oleh orang yang ahli di bidang rukyatul hilal maupun lembaga astronomi.
Dalam sebuah Hadis dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda : “Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya (hilal bulan Syawal). Jika kalian terhalang awan, maka sempurnakanlah Sya’ban tiga puluh hari.” (HSR. Bukhari 4/106, dan Muslim 1081).
Dari hadis di atas menghasilkan analisa, awal puasa ditentukan dengan tiga perkara : Pertama, Rukyatul hilal (melihat bulan sabit). Kedua, Persaksian atau kabar tentang rukyatul hilal. Ketiga, Menyempurnakan bilangan hari bulan Sya’ban.
Sidang itsbat dan toleransi
Guna menciptakan kerukunan sesama umat Islam, Pemerintah (Menteri Agama) mengambil kebijakan sidang itsbat dalam penentuan awal-akhir Ramadan. Sidang itsbat adalah akumulasi dari para pakar ahli falak di nusantara dalam memutuskan awal-akhir Ramadan.  Sidang itsbat direncanakan Kamis, 19 Juli 2012 nanti, bertujuan untuk menyatukan beberapa hasil perhitungan pakar hisab dengan pakar rukyah dan para ahli falak di berbagai ormas Islam di Indonesia.
Solusi dari perbedaan penentuan awal-akhir Ramadan, masyarakat sebaiknya mengikuti keputusan pemerintah lewat sidang itsbat nanti. Sidang itsbat nanti yang dilakukan nanti, lebih representatif guna menyatukan umat Islam.
Meskipun dari beberapa Ormas banyak melakukan perbedaan dalam penentuan awal-akhir Ramadan nanti, masyarakat diharapkan tetap menjaga toleransi antar sesama umat Islam. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam as-Suyuthi, rasul bersabda: perbedaan diantara umatku adalah rahmat. Meskipun sebagian masyarakat masih mengesampingkan sikap toleransi baik antar sesama umat Islam maupun dengan agama lain. Dengan mengedepankan toleransi, umat bisa hidup dengan rukun dan damai, dan semoga ibadah puasa kita nanti bisa di terima Allah SWT.
*Akhmad Shoim, Staf Humas IAIN Walisongo Semarang, Peneliti di Forum Studi Islam PP. Daarun Najaah Semarang.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites