Selamat Datang di Situs akhmadshoim.blogspot.com Cp. 082323989890 e-mail: soimah49@gmail.com

Senin, 09 April 2012

Status dan Hak Anak Luar Nikah

Oleh: Akhmad Shoim
Kejadian lahirnya anak di luar nikah sepertinya layak untuk diperbincangkan. Ketika anak lahir di luar nikah, maka muncul beberapa pertanyaan. Pertama, bagaimana status dan hak anak diluar nikah tersebut? Kedua, bagaimana status anak tersebut dalam perspektif yuridis normatif?
Kasus ini bermula saat permohonan penyanyi dangdut Aisyah Mochtar atau Machica Muchtar tersebut terhadap Mahkamah Konstitusi atas putusan sidang gugatan status anaknya ke Pengadilan Agama Tigaraksa, Tangerang, yang akan digelar 10 April mendatang. sidang itu, berupa perintah tes DNA (deoxyribonucleic acid) untuk membuktikan anaknya, Muhammad Iqbal Ramadhan, 16 tahun, benar keturunan mendiang Moerdiono, mantan Menteri Sekretaris Negara era Orde Baru.
Aisyah Mukhtar mengajukan kepada MK untuk melakukan uji materi terhadap Pasal 2 ayat 2 dan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan dalam Pasal 43  disebutkan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Oleh Aisyah Mukhtar, Pasal ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) terutama berkaitan dengan hak-hak dasar anak yang berhubungan dengan bapak biologisnya.
Selama ini berdasarkan ketentuan Pasal 43 UU. Perkawinan ini setiap anak yang dilahirkan di luar perkawinan dalam hal keperdataan secara yuridis normatif tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayah biologisnya meskipun diketahui secara pasti siapa ayah biologisnya, sehingga seorang anak tidak dapat menuntut hak-haknya secara keperdataan baik dalam hal nafkah, pendidikan maupun waris. 
Di dalam akte kelahirannyapun statusnya dianggap sebagai anak luar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya. Pencantuman keterangan sebagai anak luar nikah dan tidak tercantumnya nama si ayah akan berdampak negatif baik dalam tatanan sosial maupun psikologis anak dan juga ibunya. Berangkat dari konsepsi ini makna perkawinan yang seharusnya memunculkan kedamaian, melahirkan keturunan yang baik dan dalam rangka membentuk keluarga yang sakinah, penuh kasih sayang dan memperoleh ridlo Allah jadi hilang.

Sidang gugatan pengakuan status anak Machica itu menyusul keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi pada 13 Februari 2012 lalu yang mengabulkan permohonan uji materi Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dari Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar Ibrahim dan Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono (tempo.com). 
Ketentuan Pasal 43 (1) UU. Perkawinan  yang semula berbunyi; “anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, oleh MK pasal ini diputuskan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi, dan oleh karenanya Pasal 43 UU. Perkawinan dapat dimaknai bahwa “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
Status anak luar nikah memasuki babak baru pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.46/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian UU. No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1)). Dalam putusan MK tersebut memberikan hak keperdataan terhadap anak luar nikah.
Putusan MK itu menyebutkan, anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti lain. Keputusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 yang  dalam putusannya menyatakan bahwa anak di luar nikah mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya sepanjang dapat dibuktikan dengan teknologi atau alat bukti yang sah menurut hukum (Drs. Irsyad Bustaman, Bc.IP, M.Si.).




0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites