Selamat Datang di Situs akhmadshoim.blogspot.com Cp. 082323989890 e-mail: soimah49@gmail.com

Rabu, 29 Agustus 2012

Lindungi Korban Kekerasan Sampang


Oleh: Akhmad Shoim*
Atas nama apapun, kekerasan sangat melanggar hak asasi manusia (HAM) dan merugikan umat manusia. Agama manapun juga mengecam tindak kekerasan terhadap umat manusia. Agama menganjurkan umatnya untuk berbuat baik kepada sesama, serta toleransi terhadap umat beragama lain.
Kekerasan yang dialami kelompok Syiah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur 26 Agustus yang lalu sangat mengejutkan kita semua. Terlebih kasus tersebut bermuatan agama antara Sunni – Syiah.
Sungguh ironis sekali. Dalam kekerasan itu dua nyawa hilang sia-sia, 27 rumah dibakar, 235 warga mengungsi di gedung lapangan tenis Sampang dengan minim kebutuhan pangan dan kesehatan.
Kasus ini berawal dari permasalahan keluarga sejak 2004 hingga sekarang, yaitu antara Tajul Muluk beraliran Syiah dan Rois beraliran Sunni yang mempunyai masalah pribadi dan tersebar di masyarakat luas. Kejadian pembakaran sudah terjadi pada Oktober 2011 (Kompas:29/8)
Kenapa hal itu bisa terjadi? Penulis berpendapat, ada beberapa kemungkinan terjadinya kekerasan di sampang Madura.
Pertama, dari perspektif sosial. Suku agama dan ras (SARA) sangat sensitif dan rawan menjadikan peperangan jika dimasukkan dalam ranah politik maupun agama. Masalah  (SARA) memang sangat mudah dan seringkali menimbulkan konflik, baik itu konflik internal maupun konflik eksternal.
Dalam konteks ini, ideology Islam Sunny-Syiah dilakukan Tajul Muluk dan jamal sebagai motif dalam pertikaian di Sampang Madura tersebut. Persoalan dan pertikaian yang awalnya kecil, menjadi besar dan menyebar ke SARA sampai ke level nasional.
Kedua, dari perspektif hukum aparat penegak hukum seharusnya sejak dini meredam kasus ini supaya tidak berkepanjangan. Aparat penegak hukum harus tegas dan adil dalam menangani kasus kekerasan yang terjadi.
Pelaku harus dihukum berat supaya tidak lagi terjadi kekerasan terhadap sesama umat muslim.
Kejadian brutal yang dilakukan di Sampang ini menunjukkan Negara gagal melindungi warga. Warga seharusnya mendapatkan hak untuk dilindungi, hak hidup dan keselamatannya sesuai undang-undang. Dalam pembukaan UUD 1945 dituliskan “Negara melindungi segenap tumpah darah Indonesia.
Pemerintah seharusnya secepat mungkin mengevakuasi korban kebrutalan warga yang menghakimi sendiri tanpa melewati jalur hokum yang berlaku. Karena kita hidup di Negara hukum.
Ketiga, dalam perspektif agama. Agama Islam bukanlah agama yang disebarkan dengan kekerasan, karena Allah SWT melarang kaum muslimin dari memaksa orang untuk masuk agama Islam. Apalagi dalam kasus ini melakukan kekerasan terhadap sesama muslim.
Allah melarang membunuh sesama manusia tanpa sebab yang disyariatkan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman: janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Rabbmu kepadamu supaya kamu memahami(nya).” (al-An’âm: 151).
Islam sudah menyediakan seperangkat aturan dan petunjuk dalam menjalani kehidupan ini agar selamat baik di dunia maupun di akhirat. Ajaran Islam tak hanya mengatur hubungan antara seorang manusia dengan Rabb-Nya (hablum minallah), melainkan juga telah mengatur hubungan antara manusia dengan manusia yang lain (hablum minannaas). Ini merupakan suatu anugrah dan kemudahan bagi manusia.
Penulis berharap, Pemerintah harus melibatkan pemuka agama, aparat penegak hukum, serta tokoh masyarakat baik yang ada di Sampang Madura, ulama Sunni serta ulama Syiah tersebut, guna menyelesaikan kasus ini. Penegakan hukum harus ditegakkan, terlebih perlindungan terhadap komunitas Islam Syiah yang menjadi korban kekerasan.
Satu-satunya jalan agar kemungkinan buruk itu tidak menjadi nyata, pemerintah harus melakukan upaya komprehensif dengan menghentikan konflik yang terus berkembang dan tak terkendali.
Semoga negeri Indonesia ini terbebas dari diskriminasi mayoritas-minoritas dan warga Negara Indonesia bisa hidup rukun, damai dan sentosa di tengah-tengah kemajemukan bineka tunggal ika.
*Litbang SKM Amanat dan Pegawai Sub bagian Humas IAIN Walisongo Semarang.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites