This is default featured post 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured post 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured post 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured post 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured post 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Rabu, 21 Maret 2012
Santri Dilatih Kedisiplinan
IMPLIKASI KENAIKAN BBM BAGI RAKYAT, Wawasan (Kamis, 22/3/12)
Senin, 05 Maret 2012
Minggu, 04 Maret 2012
Mengimplementasikan Budaya Kepemimpinan di Sekolah
JAKARTA, KOMPAS.com – Sekolah Dasar Standar Nasional (SDSN) 12 Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, yang menjadi sekolah negeri pertama berbasis karakter kepemimpinan di Indonesia, menggelar pelatihan Implementasi Budaya I. Pelatihan yang digelar beberapa hari lalu ini, diikuti oleh para guru, komite sekolah, serta staf administrasi SDSN 12 Benhil.
Implementasi Budaya I merupakan bagian dari penerapan program The Leader in Me, setelah sebelumnya ada Vision Day dan pelatihan The 7 Habits of Highly Effective Educators oleh Dunamis Foundation. Direktur Dunamis Foundation Andiral Purnomo mengatakan, The Leader in Me merupakan program membangun karakter anak didik sejak dini melalui pengembangan karakter kepemimpinan pendidikan dengan pembentukan budaya sekolah.
Proses implementasi diawali dengan pembentukan budaya kepemimpinan di sekolah yang meliputi tiga tahapan yaitu Vision Day, Pelatihan The 7 Habits of Highly Effective Educators, dan Pelatihan Implementasi Budaya Level 1. Fase ke-2 dalam tahap implementasi adalah aplikasi penggunaan alat bantu untuk penerapan budaya kepemimpinan di sekolah dan ditunjang dengan pelatihan Implementasi Budaya Level 2. Sementara itu, fase ke-3 implementasi adalah memaksimalkan hasil dari penerapan budaya kepemimpinan.
“Tujuan dari pelatihan implementasi budaya level 1 adalah untuk mempersiapkan guru dan manajemen sekolah untuk mengimplementasikan budaya kepemimpinan di SDSN 12 Benhil,” tambah Andiral.
Pelatihan implementasi budaya level 1 The Leader in Me di SDSN 12 Benhil difasilitasi langsung oleh Andiral dan membahas mengenai enam pilar pendukung penerapan The Leader in Me yang menggunakan pendekatan menyeluruh termasuk dengan pemberian keteladanan (modeling), lingkungan sekolah yang mendukung (environment: lihat-dengar-rasa), materi ajar (curriculum), cara penyampaian (instruction), hingga system (systems), dan tradisi kepemimpinan (traditions) yang diselaraskan dengan visi dan misi sekolah bersangkutan.
Program The Leader in Me menggunakan pendekatan menyeluruh (whole-school approach). Pendekatan ini tidak hanya memberikan kesempatan kepada siswa, melainkan juga kepada guru, manajemen sekolah hingga orang tua murid untuk memiliki karakter kepemimpinan melalui prinsip universal 7 Habits. Program The Leader in Me sendiri diadopsi dari prinsip The 7 Habits of Highly Effective People karya DR. Stephen R. Covey yang telah disesuaikan penerapannya untuk lingkungan sekolah.
Para siswa SDSN 12 Benhil pun diharapkan dapat belajar bagaimana menerapkan The 7 Habits dalam kegiatan mereka sehari-hari, baik dalam pelajaran dan perilaku sehari-hari. Program diberikan kepada anak didik melalui transfer knowledge dari para pendidik, baik melalui materi ajar kurikulum, juga melalui teladan seluruh guru dan komponen sekolah, hingga praktek-praktek kepemimpinan di dalam dan luar kelas.
Thank you, Machicha
But it was because of Machicha Mochtar, aka Aisyah, that the state now effectively recognizes the legal claim of children to their biological fathers and the responsibility of fathers and their families to their children, despite being born out of wedlock.
The ruling of the Constitutional Court, announced on Feb. 17, was a national precedent for children who find themselves continually whispered about and constantly confronted by hassles as they progress toward adulthood, because only their mothers are listed on their birth certificates.
Provided that Machicha could prove through science, witnesses or other legally accepted means that the late state secretary Moerdiono was the biological father of her son, the boy will have all legal rights equal to a child born within a legal marriage.
The Court ruled that the 1974 Marriage Law violates the 1945 Constitution, which grants the right of all children to self development and “protection against violence and discrimination”.
Machicha had filed a request for a judicial review of the 1974 law, which states that “children born out of wedlock only have civil relations with their mothers and the family of their mothers”.
The Court acknowledged that the former dangdut singer had been wed to Moerdiono in 1993 in a religious ceremony called nikah siri, which was not registered with the state — a fact that Moerdiono’s family will challenge in court.
To settle the matter once and for all, Machicha hopes that Moerdiono’s family members will agree to a DNA test to help prove her claim.
The controversy over the ruling continues. “What if all bastards gain the right to inheritance?” was one fuming question. “Hooraayy, Indonesians can have children out of wedlock,” was another cynical comment on an interactive news website.
Others have echoed the statement of the Constitutional Court’s spokesman, judge Akil Mochtar, that the ruling “will force womanizers to acknowledge their children born out of wedlock.” Men will now think twice about the consequence of having an affair, one woman said.
The ruling is not a silver bullet to end the miseries of children sharing the fate of Machicha’s 16-year-old son, M Iqbal Ramadhan. Mistresses and unregistered wives are no doubt closely watching Machicha’s next moves, as she faces further challenges in renewing Iqbal’s birth certificate, especially more court battles with her former husband’s family.
Defenders of polygamy now remind us that registered polygamy, which is legal under the Marriage Law under a number of conditions, is much better to guarantee the rights of all wives and their children, compared to unions such as cohabitation or nikah siri.
The legal experts have much homework left to do, as the ruling has raised even more questions.
But for now, let’s share the hope, however slim, of millions of children, who might have better lives, if only through the possession of a piece of paper identifying their mothers and fathers. According to the National Child Protection Commission, they are part of 50 percent of Indonesian children without birth certificates.
Pak.Presiden.SBY.Tolong.Bangun.Sekolah.Saya
MALANG,KOMPAS.com - Aspirasi datang dari salah satu siswa kelas VI SDN Tumpakrejo 10, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang, Jawa Timur, untuk Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), agar Presiden membangun sekolahnya.
"Pak Presiden SBY, tolong bangun sekolah saya," pinta Yusril, saat ditemui Kompas.com, Jumat (2/3/2012) pagi, di halaman sekolahnya, yang hanya punya satu ruang kelas dengan disekat-sekat menjadi enam kelas.
Yusril adalah satu dari siswa dari 40 siswa di SDN Tumpakrejo 10. Ia anak petani miskin, di desa setempat. Ia mengaku hanya ingin sekolahnya dibangun layaknya gedung SD di kota-kota yang bersih dan indah serta nyaman saat mengikuti kegiatan belajar menfajar.
"Saya ingin sekali punya sekolah dan ruang belajar yang bagus. Saya kadang diolok-olok oleh siswa lainya. Mereka bilang kok kerasan sekolah di SD yang tak punya ruangan kelas. kata teman lain sekolah kalau ketemu saya," akunya.
Sejak SDN Tumpakrejo 10 berdiri, yakni di pada 1986 silam, memang memiliki satu ruang kelas. Baru pada 2011 lalu, dibangunkan satu ruangan oleh pemerintah setempat melalui Anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan Kabupaten Malang.
Pada saat mencuatnya kasus dugaan penyelewengan dana DAK, bidang pendidikan di Kabupaten Malang, yang dinilai sarat manipulatif dan di korupsi, SDN Tumpakrejo 10, mendapat bangunan satu rungan tersebut. Dari dana DAK untuk satu ruangan tersebut, SDN Tumpakrejo 10 hanya mendapatkan anggaran senilai Rp 94 juta. Proyek fisik bangunan yang sudah selesai, dinilai asal-asalan.
"Silahkan lihat sendiri kondisi bangunannya," kata kata Kasek SDN Tumpakrejo 10, Sariyem Yahmin. Tak hanya Sariyem Yahmin selaku Kasek yang menilai bangunan yang ada terkesan asal-asalan. Semua guru di SDN itu menilai jauh dari dana yang dianggarkan yakni Rp 94 juta itu.
"Pondasi yang digunakan untuk membangun ruang itu, adalah pondasi lama yang memang ada. Jadi, kontraktornya tinggal memasang dan melanjutkan saja pondasi yang sudah ada," kata Yahmin.
Tak hanya itu kata Yahmin, bangunan yang dinilai asal-asalan, hampir semua bangunan terlihat sudah menyalahi bestek. Pada dinding keramik kelas, sudah terlihat pecah-pecah.
"Saya sudah pasrah mas. Saya akan menjalankan tanggungjawab saya sebagai Kasek disini," kata Yahmin.
Jumat, 02 Maret 2012
Guru Diharapkan Berperan Membangun Karakter Bangsa