Selamat Datang di Situs akhmadshoim.blogspot.com Cp. 082323989890 e-mail: soimah49@gmail.com

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 30 Mei 2012

HEBOH KONSER LADY GAGA

Setelah mendapat banyak penolakan dari berbagai elemen, baik pemerintah parpol maupun ormas yang mengatasnamakan agama, akhirnya Lady Gaga menyatakan membatalkan konsernya di Indonesia.
Rasanya baru kali ini rencana konser penyanyi luar negeri memantik keributan seheboh sekarang. Konser akbar artis papan atas  Amerika Serikat, Lady Gaga, yang dijadwalkan berlangsung awal Juni ini di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, batal setelah front pembela Islam (FPI) menyatakan menolaknya.
Menurut petinggi FPI, Lady Gaga ditolak karena suka memuja setan. Sikap keras ini lagsung disambut pendapat serupa dari Majelis Ulama Indonesia, Hizbut Tahrir, PPP, dan Muhammadiyah.
Khawatir melihat tensi ketegangan di Ibu Kota meningkat, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Irjen Untung Rajab buru-buru menegaskan bahwa polisi tidak akan memberi izin penyelenggaraan konser Lady Gaga.
Setidaknya ada dua alasan mengapa Lady Gaga ditolak di Indonesia. Pertama, karena Lady Gaga sering menampilkan erotisme dan nuansa sensual setiap kali melakukan konser. Ini dianggap tidak sesuai dengan budaya Indonesia dan unggah ungguh kesopanan nusantara. Kedua, Lady Gaga dianggap merusak moral bangsa dan tidak sesuai dengan norma agama karena dianggap sebagai pemuja setan.
Sesungguhnya, apa yang dikhawatirkan dari seorang Lady Gaga? Begitu banyak urusan yang jauh lebih krusial di negeri ini, kenapa harus ngurusi Lady Gaga yang hanya seorang penyanyi beraliran rock sensual semacam Madonna.
Setelah tiket terjual 52 ribu lembar, prokontra semakin meningkat. Alasan mereka yang menentang konser Lady Gaga, dia adalah penyanyi pemuja setan yang dikhawatirkan akan menghipnotis penonton, yang pertunjukannya menghina agama dan menyajikan pornografi.
Semua ini akan dianggap merusak “moral bangsa”. Pertanyaannya, pada bagian mana dari lagunya yang memuja setan, pertunjukan yang mana yang menghina agama dan pertunjukan yang mana yang menyajikan pornografi.
Apakah misalnya setelah Lady Gaga pentas terus para penonton tidak punya moral dan etika. Konser adalah sebuah kebebasan berekspresi dalam menuangkan ide-ide dan seni. Justru moral dibentuk sejak manusia itu lahir. Yang berperan penting dalam pembentukan moral yaitu dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakatnya.
Sebelum Lady Gaga konser di Indonesia moral para remaja usia sekolah di Negara kita sudah parah. Banyak terjadi tawuran antar pelajar, pergaulan bebas seolah menjadi keseharian para remaja, serta terjadinya korupsi kolusi dan nipotisme sudah mendarah daging di dalam jiwa pejabat pemerintah. Apakah ini semua karena Lady Gaga? tentu bukan.
Kemudian, Lady Gaga dianggap memuja setan. Kalau orang menonton konsernya dia akan menjadi setan karena terhipnotis olehnya. Ini sungguh tidak masuk akal. Sesungguhnya pemuja setan sudah muncul dari dulu sebelum adanya konser Lady Gaga terjadi.
Era sekarang para pemuja setan bukan lagi memuja batu besar atau sejenisnya. Akan tetapi mereka yang gila harta, gila jabatan, hedonisme, korupsi dan mabuk kekuasaan, mereka itu yang pemuja setan.
Penulis berpesan, sebagai warga negara yang baik, sudah seharusnya kita menjaga moral bangsa, tapi bukan dengan cara menolak konser seperti ini.
Memberi teladan kepada generasi muda budaya anti korupsi lebih penting dilakukan di lingkungan keluarga dan di sekolah, dari pada memberi anak mainan-mainan yang kurang bermanfaat. Memberi teladan kesopanan serta unggah-ungguh yang positif kepada para remaja supaya jangan tawuran, sekolah dengan baik, serta patuh pada orang tua. Sehingga nantinya diharapkan terjadi keharmonisan dalam kehidupan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sehingga akhirnya berdampak pada kebaikan sikap dan moral generasi muda dan moral bangsa.
*Akhmad Shoim (Litbang SKM Amanat dan Sub Bagian Humas IAIN Walisongo Semarang)

Kamis, 10 Mei 2012

Diskusi singkat dgn Irshad Manji di pendopo LKiS


oleh Maulinni'am MA pada 10 Mei 2012 pukul 4:40 ·
“...Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat (ambigu) daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya...”  (Q. Surat Ali Imron: 7)
 Selepas maghrib, langit Jogja tampak bersih. Bintang-bintang terlihat terang. Aku bergegas mengayuh sepeda menuju jalan Solo. Jam 7 malam ini akan ada diskusi dengan pembicara Irshad Manji di pendopo yayasan LKiS, di dekat pura Sorowajan. Diskusi ini merupakan ‘pengalihan’ setelah pagi sebelumnya batal dilaksanakan di kampus UGM karena ada sekelompok mahasiswa dari lembaga dakwah kampus dkk yang menolak diskusi tersebut digelar. Pada hari sebelumnya kegiatan yang sama juga batal diselenggarakan di Solo karena adanya tekanan dan (mungkin juga) ancaman dari kelompok Islam garis keras.
 Aku sampai di LKiS sekitar pukul 19.10 menit. Di halaman depan, sepi kendaraan yang parkir. Pintu gerbang dari besi di samping tampak tertutup. Mungkin sebagai antisipasi. Segera kuparkirkan sepedaku dan kulihat ada seorang laki-laki membuka pintu kantor dan melongok ke luar. Seolah mengamati situasi di luar. Aku mendekat dan bertanya, “Diskusi Irshad Manji ya?”
 “Ya” jawabnya singkat sambil mempersilakan aku masuk kantor lalu keluar lagi lewat pintu samping menuju pendopo.
 Kantor LKiS sendiri bagiku bukan tempat yang asing. Kurang lebih 6-7 tahun yang lalu aku sering sekali main ke sana. Nonton TV, baca koran, nguping diskusi, atau sekedar numpang makan siang. Tempat yang terbuka, nyaman, dan mencerdaskan. Sejak dulu, aku mengenal LKiS sebagai sekumpulan orang cerdas dengan pemikiran yang berani tentang Islam maupun sosial. Istilah ‘Kiri Islam’ pertama kali saya kenal dari buku terbitan LKiS. Pemahaman keberagamaan atau keislaman saya paska SMA sedikit banyak saya peroleh dari membaca buku-buku LKiS milik kakak ipar yang kerja di sana.
 Kembali pada cerita tentang diskusi Irshad Manji. Saya bergabung dengan peserta diskusi yang telah lebih dulu datang. Ku lihat ada beberapa bule laki perempuan. Ada waria berjilbab. Ada juga perempuan bertatto. Tapi ada juga pria sederhana nan bijaksana seperti saya ini (hehe #apasih #gapenting). Meskipun datang telat, saya merangsek terus hingga berada di baris kedua di depan Manji. Dari tempatku duduk dapat kulihat jelas sosok Irshad Manji. Wajahnya tirus khas keturunan india-pakistan dengan hidung mancung. Mengenakan kaos pink dengan celana warna kuning menyala. Potongan rambutnya pendek, tapi sudah bukan gaya acak seperti beberapa tahun yang lalu. Ia duduk dengan menyilangkan kakinya. Terlihat kuku-kuku kakinya bercat merah. Sebagaimana gaya orang bule berbicara, Manji lumayan ekspresif dalam berbicara. Tiap pernyataan didukung dengan ekspresi wajah maupun bahasa tubuh yang meyakinkan.
 Manji baru saja memulai kata pengantar diskusinya tentang keberanian dan kebebasan untuk menyampaikan pikiran. Ia membagikan kisah-kisah yang ia dapatkan ketika melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain. Menurutnya, salah satu hambatan terbesar untuk menyampaikan pendapat justru berasal dari keluarga sendiri. Ia mengisahkan ketika pertemuannya dengan seorang aktivis wanita di Mesir beberapa waktu lalu ketika negeri mumi tersebut sedang bergejolak. Dalam sebuah kedai minum, perempuan mesir itu mengatakan, “Inilah saya, seorang perempuan terlibat dalam upaya menyuarakan perubahan di negeri ini, tetapi saya sendiri tidak tahu bagaimana mengatakan pada keluargaku tentang cinta.” Rupanya perempuan tersebut sedang jatuh cinta pada lelaki Yahudi.
 Irshad Manji bukan tidak tahu kedatangannya ke Indonesia mendapat tentangan keras dari sebagian kelompok. Ia sadar bahwa pemikirannya tentang cinta, tentang kebebasan, tentang Islam tidak mudah diterima oleh orang kebanyakan, apalagi oleh orang yang tidak mau baca. Hari-hari pertama ia datang di Indonesia pekan lalu, ada seorang wartawan mewawancarainya. Pada saat itu Manji sudah tahu bahwa acara bedah bukunya di Surakarta akan batal karena ada tekanan dari organisasi Islam dan ia sudah tahu nama ormas tersebut. Ketika Manji hendak menyebut nama ormas tersebut, wartawan yang mewawancarainya menyarankan untuk tidak usah saja. Alasannya penyebutan nama ormas tersebut hanya akan memicu ketegangan sosial dan bisa berujung konflik.  Manji tidak habis pikir mendengar jawaban itu. “You won’t start a conflict, but the conflict is already there. The tension is already there.” 
 Saat itu Manji baru sadar satu hal tentang ancaman terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia.Selain ancaman yang berasal dari negara (dan ini sudah pasti ada) dan kelompok lain, ancaman yang terbesar terhadap kebebasan adalah self-cencorship yang berlebihan di dalam diri wartawan sendiri (dan kita pada umumnya). Padahal seharusnya ketakutan yang berlebihan itu tidak perlu. Seharusnya wartawan sebut saja nama ormas yang sudah menekan  dan mengancam penyelenggara bedah buku tersebut agar masyarakat tahu yang sebenarnya. Bagaimana pun tugas wartawan adalah menyampaikan fakta.
 Selanjutnya dibuka sesi tanya jawab. Penanya pertama adalah seorang wanita dari baris belakang. Memakai kaos putih kerah lebar. Terlihat tato mengintip dari bawah pundak sebelah kiri. Perempuan ini mengaku berasal dari keluarga muslim yang taat dan ketat dalam beragama. Di sisi yang lain, ia adalah aktivis pro aborsi sehat. Ia merasakan dilema yang sangat besar tentang aktivitasnya terutama dari pihak keluarga. sempat terbersit keinginan untuk melepas identitas muslimnya demi memperjuangkan apa yang diyakininya, tapi itu tak mungkin karena seolah sudah mendarah daging. Sementara kalau ia menjadi aktivis pro aborsi sehat, tentangan dari keluarga pasti tak bisa dihindarkan.
 Menanggapi pertanyaan tersebut, Manji mengulangi lagi poin pesannya di awal bahwa betapa keluarga, terkadang justru menjadi penghambat utama bagi individu untuk menyuarakan kebenarannya. Setiap orang itu unik. Setiap orang memiliki kebenarannya, suara atau pendapatnya pribadi mengenai segala sesuatu. Menyuarakan kebenaran/pendapat bukan berarti kita yang paling benar dan tak seorang pun berhak menghakimi kebenaran kita. karena di dalam al-quran sendiri ada ayat yang secara jelas menggambarkan ini.
 Irshad Manji kemudian meminta hadirin untuk mengeluarkan notes dan pulpen untuk mencatat apa yang akan dia sampaikan berikutnya. Manji menyebutkan dalam surat ke tiga (Ali-Imron) ayat 7 yang terjemahannya kira-kira berbunyi begini,
 Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[1], itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat)mutasyaabihaat[2]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
 Ayat di atas mengajarkan kita untuk rendah hati. Yaitu dengan cara bersikap terbuka pada kemungkinan salah. Orang-orang yang dalam ilmunya cenderung menjawab, “pendapat saya mungkin salah, begitu pun pendapat anda bisa saja salah. Karena hanya Allah yang tahu makna yang sebenarnya, the final and the finest meaning.”
 Jadi jika suatu saat anda didebat oleh orang yang mengaku paling benar, kalau dia islam, keluarkan catatan itu dan tunjukkan padanya. Semoga dengan cara demikian, suatu saat orang tersebut akan bisa memahami dan diberi oleh Allah kerendahhatian dan akhirnya menerima adanya perbedaan.
 Sesi diskusi kemudian dilanjut dengan penanya kedua dan ketiga. Penanya kedua, seorang lelaki paruh baya, berkacamata. Dia mengaku senang akhirnya bisa bertemu langsung dengan Irshad Manji. Dia sudah membaca buka Manji yang pertama, tetapi buku yang kedua belum. Ia menyampaikan kritik atas buku pertama Manji bahwa buku tersebut bukan buku tentang Islam melainkan pengalaman penulis tentang Islam. itu 2 hal yang berbeda. Kemudian pertanyaannya adalah mengapa Anda (Irshad Manji) yang bahkan tidak bisa berbahasa arab menulis tentang Islam yang notabene berasal dari Arab dan menggunakan bahasa Arab.  Pertanyaan ketiga, dari mahasiswa asing di CRCS. Penanya ketiga dengan lugu mengatakan bahwa dia tidak kenal Irshad Manji sebelumnya. Baru kemarin dia dengar berita yang heboh  tentang Irshad Manji. Ia ingin tahu apa sebenarnya yang Manji tulis sehingga orang bereaksi seheboh ini.
 Secara singkat Manji menjawab pertanyaan kedua, sekaligus menjawab pertanyaan ketiga, bahwa apa yang ia tulis secara sederhana adalah cerita pengalaman dia dalam memahami Cinta Allah. Ia menulis buku yang pertama itu setelah mempelajari Islam selama 20 tahun dengan caranya sendiri. Mengapa ia ‘mencari tahu’ tentang Islam dengan caranya sendiri tak lepas dari pengalaman masa kecil. Semasa kecil (atau remaja) Irshad Manji pernah dikeluarkan dari Madrasah, tempat dia belajar Islam, di Uganda karena dianggap terlalu banyak tanya. Bisa saja pada waktu itu ia memutuskan untuk berkata “what the hell” pada Islam lalu meninggalkannya. Tetapi nyatanya ia tidak melakukannya. Ia memilih untuk tetap menganut Islam hingga sekarang.
 Diskusi baru berjalan kurang lebih 30 menit. Tiba-tiba ada suara keributan dari arah depan LKiS. Beberapa pengunjung yang berada di luar pendopo kasak-kusuk. Lalu ada seorang pria berkaos merah, berperawakan kurus dengan rambut gondrong, tiba-tiba berdiri dari barisan belakang sambil berkata, “Ayo bubar, ada FPI”. Menurutku itu adalah tindakan bodoh dan penakut. Ga sumbutdengan rambut gondrongnya. Dia bukan bagian dari pengacau. Tapi sikapnya yang panik malah jadi membuat peserta yang lain juga mulai panik.
 Aku masih belum beranjak dari tempat duduk. Ku lihat ke arah gerbang, mulai berdatangan para preman. Hampir semuanya tetap memakai helm dan slayer penutup wajah. Mereka mulai masuk ke pendopo dan berteriak,
 “Kafir!”
 “Musyrik!”
 “Bubar! Bubar!”

Sebagian berteriak “Allahu akbar!” sambil membanting pot, menendang piring-piring yang masih penuh cemilan diskusi. Giliran suara piring beradu dengan lantai dan tembok. Mic wireless mereka banting ke lantai. Para peserta yang mulai berdiri di-senthang-i (disenggol hingga terpental), ada beberapa perempuan yang ditampar. Seorang wanita bule, usia sekitar 45 lebih dipukul lengan kanannya, direbut handycam hingga ada komponen yang patah.  Mungkin patah juga tulang lengannya, tapi yang jelas ketika dia pergi dari lokasi, tangannya pakai penyangga. Setelah kejadian baru saya tahu bahwa wanita tersebut bernama Emily, asisten Manji. Emily dipukul berkali-kali dengan besi panjang di bagian lengan.
 Aku masih di tengah pendapa. Sekarang dalam posisi berdiri. Bersama beberapa perempuan yg bertahan di pendapa, kami membentuk lingkaran kecil. Ketika ada salah satu perusuh (pakai helm dan penutup muka) mendekat
 “Mbaknya pindah saja ke pinggir, ngumpul jadi satu. Nanti kena lempar lho”
 “Ya temen-temen Mas jangan ngelempar dong”
 “Ini kan massa banyak mbak. Susah dikontrol. Mending mbaknya pulang aja”
 “Makanya masnya dan temen-temen mas pergi aja dari sini. kami yang punya kegiatan di sini, kenapa mas yang ngusir”
 Tak punya jawaban lagi, akhirnya Mas perusuh itu meninggalkan kelompok kecil perempuan plus saya di tengah pendapa.
 Hatiku bergejolak. Ingin rasanya membalas. Di saat seperti ini aku teringat cerita Cak Nun dan rombongan diusir polisi kerajaan ketika berdoa di depan makam Nabi Muhammad. Apa aku akting marah saja seperti Cak Nun? Ya kalo mereka langsung pergi, kalau malah ngepruk?! Aku dikepruk sih ga masalah. Paling-paling masuk rumah sakit. Lha kalo yang lain juga ikut dikepruk.  Pada saat yang bersamaan aku juga teringat guru-guruku yang senantiasa berwajah teduh, jauh dari kekerasan. Ada wajah Gus Mus, Gus Dur, Bib Luthfi, Mbah Arwani. Kalau aku balas menyerang, lalu apa bedanya dengan para perusuh itu?
 Kalau saja bukan karena aku terbayang wajah-wajah damai penuh welas asih dari guru-guru, kalau saja bukan karena rasa malu-ku pada Cak Nun, pada jamaah Maiyah, pada Nabi Muhammad yang setia pada Jalan Cinta, sudah kulemparkan diriku ke tengah-tengah perusuh. Ku tempeleng kepala mereka satu per satu agar akalnya kembali ke berfungsi. Ku tinju dada mereka untuk menghancurkan hati mereka yang beku.
 Massa perusuh makin brutal. Ku lihat ada yang membawa kayu balok segede lengan orang dewasa di  tangan. Ada yang sampai ke ruang belakang dan mencoba mendobrak pintu. Mereka mencari yang namanya Irshad Manji, tapi tak ketemu.
 "Mana Manji? Mana Manji?" teriak mereka
 Entah karena mereka belum pernah melihat wajah Irshad Manji dan sekedar menjalankan perintah komandan mereka untuk merusak atau besarnya kemarahan menutupi pancaindra mereka, tak ada satupun perusuh yang menemukan Irshad Manji. Padahal sejak dari awal Irshad Manji tak beranjak dari tempat duduknya. Ia duduk di tengah-tengah kelompok perempuan yang dari tadi berdiri melingkar menutupi keberadaannya.
 Ada seorang bapak dari kelompok perusuh, bertubuh pendek agak gemuk, memakai peci, dan tidak menggunakan penutup wajah sedang adu mulut dengan seorang wanita peserta diskusi. Entah apa yang dibicarakan tapi dari tempatku berdiri, berulangkali bapak perusuh itu mengatakan “Tidak ada kompromi! Tidak ada kompromi!” Sementara tak jauh dari situ ada pemuda, sangat mungkin mahasiswa, berteriak dalam bahasa Inggris agak gimana gitu, “I can destroy you!
 Ada juga tingkah wagu dari salah satu perusuh yang tertangkap pandanganku. Setelah mengocar-acir jajanan di piring, ia ambil satu gelas minuman, sebut saja aqua. Mungkin maksud hati ingin meminumnya, tapi keburu ketahuan oleh mataku. Sadar sedang kuperhatikan akhirnya dia melemparkan minuman ringan itu ke tembok. What a silly. (Kalo pengen minum mbok ya minum aja ga usah dilempar. Tapi ya mintanya baik-baik. ga usah pura-pura ngamuk.)
 Setelah puas merusuh. Akhirnya mereka menuju gerbang sambil berteriak Allahu akbar. Mereka menghidupkan motor dan memainkan gas lalu pergi.
 Mengantisipasi kedatangan gerombolan perusuh untuk yang kedua kali, panitia meyakinkan Irshad Manji untuk mau meninggalkan lokasi. Sebagian besar peserta tetap berada di lokasi sampai akhirnya polisi datang dan panitia meminta peserta untuk pulang.
 Catatan:
1. Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
2. Ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.
 Jogja yg sedang ternoda keistimewaannya, 10 Mei 2012

Rabu, 09 Mei 2012

Mengimplementasikan Budaya Kepemimpinan di Sekolah


KOMPAS.com – Sekolah Dasar Standar Nasional (SDSN) 12 Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, yang menjadi sekolah negeri pertama berbasis karakter kepemimpinan di Indonesia, menggelar pelatihan Implementasi Budaya I. Pelatihan yang digelar beberapa hari lalu ini, diikuti oleh para guru, komite sekolah, serta staf administrasi SDSN 12 Benhil.
Implementasi Budaya I merupakan bagian dari penerapan program The Leader in Me, setelah sebelumnya ada Vision Day dan pelatihan The 7 Habits of Highly Effective Educators oleh Dunamis Foundation. Direktur Dunamis Foundation Andiral Purnomo mengatakan, The Leader in Me merupakan program membangun karakter anak didik sejak dini melalui pengembangan karakter kepemimpinan pendidikan  dengan pembentukan budaya sekolah. 
Proses implementasi diawali dengan pembentukan budaya kepemimpinan di sekolah yang meliputi tiga tahapan yaitu Vision Day, Pelatihan The 7 Habits of Highly Effective Educators, dan Pelatihan Implementasi Budaya Level 1. Fase ke-2 dalam tahap implementasi adalah aplikasi penggunaan alat bantu untuk penerapan budaya kepemimpinan di sekolah dan ditunjang dengan pelatihan Implementasi Budaya Level 2. Sementara itu, fase ke-3 implementasi adalah memaksimalkan hasil dari penerapan budaya kepemimpinan.
“Tujuan dari pelatihan implementasi budaya level 1 adalah untuk mempersiapkan guru dan manajemen sekolah untuk mengimplementasikan budaya kepemimpinan di SDSN 12 Benhil,” tambah Andiral.
Pelatihan implementasi budaya level 1 The Leader in Me di SDSN 12 Benhil difasilitasi langsung oleh Andiral  dan membahas mengenai enam pilar pendukung penerapan The Leader in Me yang menggunakan pendekatan menyeluruh termasuk dengan pemberian keteladanan (modeling),  lingkungan sekolah yang mendukung (environment: lihat-dengar-rasa), materi ajar (curriculum),  cara penyampaian (instruction),  hingga  system (systems), dan tradisi kepemimpinan (traditions) yang diselaraskan dengan visi dan misi sekolah bersangkutan.
Program The Leader in Me menggunakan pendekatan menyeluruh (whole-school approach). Pendekatan ini tidak hanya memberikan kesempatan kepada siswa, melainkan juga kepada  guru, manajemen sekolah hingga  orang tua murid untuk memiliki karakter kepemimpinan melalui  prinsip universal  7 Habits. Program The Leader in Me sendiri diadopsi dari prinsip The 7 Habits of Highly Effective People karya DR. Stephen R. Covey yang telah disesuaikan penerapannya untuk lingkungan sekolah.
Para siswa SDSN 12 Benhil pun diharapkan dapat belajar bagaimana menerapkan The 7 Habits dalam kegiatan mereka sehari-hari, baik dalam pelajaran dan perilaku sehari-hari. Program diberikan kepada anak didik melalui transfer knowledge dari para pendidik, baik melalui materi ajar kurikulum, juga melalui teladan seluruh guru dan komponen sekolah, hingga praktek-praktek kepemimpinan di dalam dan luar kelas. 

Kesadaran Ekologi Pesisir Jepara


Akhmad Shoim
Kota Jepara merupakan daerah pesisir pantai yang berada di sebelah utara Jawa. Keberadaan pesisir pantai Jepara terhampar dari kecamatan Kedung di ujung selatan sampai kecamatan Keling di ujung utara Jepara.
Sebagian daerah di dekat pantai setiap tahun mengalami abrasi maksimal sampai 10 - 50 meter. Hal ini terjadi di sepanjang pantai di kecamatan Kedung, yaitu desa Kedung Malang, Surodadi, Panggung, Tanggul Telare, Semat, Teluk Awur. Desa diatas, batas dengan pantai hanya beberapa puluh meter saja.
Jika hal ini terjadi selama kurun sepuluh tahun abrasi akan meningkat menjadi 100 - 500 meter, sehingga beberapa desa yang letaknya hanya beberapa puluh meter dari bibir pantai akan hilang.
Menurut data yang didapat penulis dari berbagai sumber, Kerusakan pantai utara (pantura) akibat abrasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, kian parah dan hingga kini mencapai 610.527 meter persegi daratan hilang. Bahkan, kini air laut Jawa telah menggerus Pulau Panjang, Jepara. Jika tak segera ditangani dalam beberapa tahun lagi, pulau ini akan hilang. 
Pemantauan kerusakan pantai akibat abrasi di Jepara tersebar pada lima kecamatan yakni Kedung 97.179 meter persegi, Jepara Kota 73.742 meter persegi, Mlonggo 55.175meter persegi, Kembang 5.589 meter persegi, dan Keling 378.842 meter persegi. Ini merusakkan garis pantai sepanjang 15,3 kilometer (media Indonesia). 
Rusaknya terumbu karang dan terbatasnya hutan mangrove mengakibatkan tak ada penangkal gelombang pasang, sehingga gelombang langsung menerjang pantai hingga mengakibatkan kelongsoran.
Kurangnya kesadaran ekologis dan keringnya kebudayaan kepedulian terhadap pantai Jepara menjadi sebuah perhatian khusus. Forum warga peduli pantai Jepara menjadi penting dilakukan guna menjaga kelestarian hutan pantai dan terumbu karang serta biota laut Jepara.
Disamping pembuatan groin serta penanaman mangrove di sepanjang pantai Jepara yang selama ini dilakukan Pemda Jepara.
Semua elemen warga perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kelestarian ekologi pantai Jepara, dengan menanam mangrove tiap bulan, juga memelihara terumbu karang dari kerusakan-kerusakan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Perangkat desa, nelayan, petambak, dan elemen warga lain perlu merumuskan ikrar untuk melestarikan daerah pesisir pantai masing-masing. Kecintaan dan berhidmat terhadap ekologi pesisir pantai menjadi entry point penting guna melestarikan dan menanggulangi abrasi.
Jika hal ini bias terjadi tentu pemerintah akan semakin ringan bebannya sehingga ikrar forum-forum peduli pesisir jepara ini menjadi oase juna menjaga kelestarian ekologi pantai di pesisir Jepara. Semoga!
Akhmad Shoim (aktivis Ngompol Jepara)

Rabu, 02 Mei 2012

Peran Pembimbing Rohani Sangat Penting


Suara Merdeka, Kamis, 3 Mei 2012
Selain dokter dan perawat, peran bimbingan rohani (Bimroh) dalam setiap Rumah Sakit sangat penting dibutuhkan. Peran Bimroh ini sebagai usaha penyembuhan psikospiritual terhadap pasien. Setiap pasien di Rumah Sakit sebenarnya sangat membutuhkan bimbingan rohani sebagai proses percepatan dalam penyembuhan.
Ada sekitar 20-an Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Jawa Tengah yang sudah memiliki Bimroh. Beberapa RSUD yang sudah mengadakan Bimroh yaitu RSUD Kariadi, RSUD Tugurejo, RSUD Moewardi Surakarta,    RSUD Dr. Cipto, RSU Magelang, RSUD Banyumas, dan yang lain.
Dr Pungky Samhasto, M. Qih, Dinas Kesehatan Provinsi Jateng mengatakan, eksistensi peran Bimroh pada pasien di Rumah Sakit banyak membantu Rumah Sakit dalam penanganan pasien, serta dapat mempercepat penyembuhan.
“Adanya Bimroh bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa melalui pencegahan, peniadaan, identifikasi dini, penilaian serta penyelesaian masalah-masalah fisik, psikososial dan spiritual,” paparnya di sela-sela Seminar Nasional Pengembangan Profesionalitas Layanan Bimbingan Rohani Islam pada Pasien Menuju Pola Pelayanan Holistic Rumah Sakit di Jawa Tengah di Laboratorium Dakwah Fakultas Dakwah IAIN, Selasa (18/4).
Pungky menambahkan, di Jawa Tengah itu ada 258 Rumah Sakit. Harapannya tiap Rumah Sakit ada empat orang saja, maka kebutuhan Bimroh di Jateng sebanyak kurang lebih 1000 orang. “Ini adalah peluang bagi para Bimroh yang ada di Jawa Tengah,” tambahnya.
Syamsudin Salim dari Rumah Sakit Islam Sultan Agung memaparkan, perlu adanya reformulasi model bimbingan rohani pada pasien di Rumah Sakit. Reformulasi ini terkait fungsi Bimroh yaitu, pelayanan terhadap pasien, dakwah terhadap masyarakat, dan bimbingan terhadap karyawan. Beberapa program Bimroh adalah, pembinaan mental spiritual, Islamic hospital culture, bimbingan rohani pasien, dan dakwah sosial.
“David B Larson dkk dalam penelitiannya sebagaimana dimuat dalam Religious Commitment Healt (1992) menyatakan bahwa komitmen agama (Bimroh-red) amat penting dalam pencegahan agar seseorang tidak jatuh sakit, meningkatkan seseorang dalam mengatasi penderitaan bila ia sedang sakit serta mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan,” tandasnya.
Prof. Dr. M. Fanani, Guru Besar Fakultas Kedokteran UNS menambahkan, peran religiusitas dan spiritualitas adalah faktor kultural yang sangat penting yang memberi struktur dan arti pada nilai manusia.
“Banyak pasien yang sembuh setelah mendapat terapi healing dari Bimroh.  Beberapa pasien yang sudah membuktikan yaitu, Akbar 2006, depresinya mulai hilang setelah bimbingan; Jalaludin 2006, skor kecemasannya telah hilang setelang healing; Amin Syukur, Kanker otaknya sembuh setelah banyak meningkatkan dzikir. Kesimpulannya, dzikir atau spiritual mampu meningkatkan motivasi hidup dan menghilangkan nyeri dalam tubuh.
Machasin yang juga narasumber dari IAIN menegaskan, jika ada Rumah Sakit yang tidak memanfaatkan layanan Bimbingan Rohani, hal ini kayaknya kurang bijak karena pentingnya fungsi Bimroh terhadap pasien.(im)

Peningkatan Status Bukan untuk Gagah-Gagahan


Suara Merdeka Pendidikan
07 April 2012
  • Dies Natalis Ke-42 IAIN Walisongo
SEMARANG- Peningkatan status Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) pada 2013 diharapkan bukan untuk ajang gagah-gagahan. Sebab, perubahan status tersebut harus mampu meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Hal itu disampaikan Wakil Gubernur Rustriningsih pada Dies Natalis Ke-42 IAIN Walisongo di Aula Kampus I, Kamis (5/4). Dia mengatakan, sungguh tepat jika pada peringatan ini mengambil tema ’’Memperkokoh Persatuan Menuju UIN Walisongo Semarang’’, karena dengan perubahan status, ke depan perguruan tinggi ini harus mengutamakan persatuan dan kebersamaan untuk mencapai keberhasilan dalam meraih tujuan, cita-cita, dan harapan.

’’Dengan persatuan, segalanya harus menjadi semakin mudah dikerjakan dan diselesaikan,’’ ungkapnya.
Konversi IAIN menjadi UIN hendaknya tidak semata untuk menjadi lembaga bisnis yang berorientasi pada keuntungan atau menaikkan pamor, melainkan sebagai semangat membangun SDM yang andal dan berkualitas di perguruan tinggi.
Rustriningsih berharap ke depan akan banyak lahir SDM yang bukan saja menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, namun juga profesional dan berdaya saing tinggi.

Pembangunan Gedung

Acara tersebut juga dihadiri Wakil Wali Kota Semarang Hendi Hendar Prihadi, muspida, dan para pendiri IAIN Walisongo beserta anggota senat.
Rektor IAIN Walisongo Prof Dr Muhibbin MAg mengatakan, konversi IAIN ke UIN Walisongo siap pada tahun 2013. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan gedung-gedung perkuliahan baru, gedung serbaguna (GSG), dan beberapa fasilitas kampus yang lain.

’’Di samping itu, IAIN telah menyiapkan 24 prodi untuk menampung calon mahasiswa dari seluruh Jateng, karena  telah mendapat bantuan dari IDB sebesar 35 juta dolar AS,’’ tandasnya. (K3-37)


Kampanye Pesona Batik Lewat Kampus


Suara Merdeka, Senin, 30 April 2012
Kampanye pesona batik lewat kampus, digencarkan dalam Pesona Batik 2012 Mahasiswa Tingkat Regional Jawa Tengah. Lomba Fasion Show dan Talk Show Batik. Di auditorium kampus 3 IAIN Walisongo Semarang. Acara diadakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah kerja sama dengan UKM Forum Silaturrahmi an-Nisa (Fosia) dan Exist Modelling School, Kamis (19/4).
Bayu Ramli, Pembina Exist Modelling School mengatakan,  acara fasion show ini adalah upaya membudayakan pakai batik dan sebagai wujud kampanye batik di dunia kampus. 12 pemenang akan mendapatkan beasiswa sekolah gratis di modeling selama satu tahun.
“Pesona batik merupakan ajang pembelajaran dibidang fasion. Kegiatan ini sangat bagus dilaksanakan. Dan harapannya tetap diagendakan oleh pihak kampus guna mencari bibit-bibit model. Sehingga para model mampu menyampaikan bakat mereka,” paparnya.
Tyas Anjani, ST. Kepala Seksi promosi Dinbudpar Provinsi Jateng mengatakan, pesona batik ini merupakan apresiasi batik nusantara, sosialisasi dan eksplorasi Batik Nusantara. “Selain mengkampanyekan batik Jawa Tengah pada khususnya, ini juga merupakan upaya Visit Jateng untuk menarik para wisatawan asing berkunjung ke Jawa Tengah, sehingga Jateng memiliki nilai jual. “bagi para model nanti akan kami bina dan nantinya kami ajukan dalam visit Jateng nantinya,” tandasnya.
Fauziyah, ketua sanggar putri Ngalian menambahkan, bahwa mencintai budaya lokal, dalam konteks ini mencintai batik merupakan sebuah kebanggaan mencintai produk dalam negeri. Nadia, ketua UKM Forum Silaturrahmi An-Nisa menandaskan, jumlah peserta lumayan banyak, yaitu 40 peserta dari universitas se Jawa Tengah. Juara satu akan mendapat Trofi dari Gubernur Jateng, Juara II mendapat Tropi Rektor IAIN, dan Juara Tiga dapat trofi Dekan Fakultas Syariah. Serta mendapat beasiswa pembinaan Modeling dari Exist Modelling School.
Melati, salah satu pemenang lomba merasa senang dapat memenangi lomba pesona batik 2012 ini. “padahal saya baru belajar sedikit tentang dunia modeling. Saya juga nggak nyangka bias memenangkan nominasi model fotogenik dalam perlombaan ini. Saya sangat bangga meski hanya meraih juara dua,” paparnya.

Belajar Antikorupsi Dari Jerman


Suara Merdeka, Kamis, 26 April 2012 
KEJUJURAN, antikorupsi, dan melayani masyarakat merupakan budaya unggul bangsa Jerman yang patut ditiru bangsa kita, dalam menghadapi permasalahan di Tanah Air.
Sebab, Indonesia sekarang mengalami krisis multidimensi. termasuk krisis moral dan kejujuran.
Tolkah MA, alumnus universitas Cologne Jerman mengatakan, Jerman sangat mementingkan budaya jujur.
Hal ini terbukti dengan banyak fasilitas umum yang tanpa penjagaan. Contohnya, membayar atau membeli tiket trem/bus tanpa petugas penarik, membeli koran dengan membayar dan mengambil sendiri tanpa ditunggui penjual, menggunakan student card untuk mendapatkan berbagai fasilitas (gratis transportasi, diskon makan di menza, dan diskon masuk museum), dan curang saat tes akan mendapat sanksi tegas.
’’Bila ini diterapkan di Indonesia, sungguh mengagumkan. Ketika mau pinjam buku di perpustakaan, saya bisa meminjam dalam jumlah yang banyak, puluhan bahkan ratusan. Mengembalikannya bebas. Bila buku yang dipesan tidak ada, perpus akan mencarikan di perpustakaan lain bahkan di kota lain tanpa biaya,’’ungkapnya.
Hal ini disampaikan di sela-sela diskusi Lintas Budaya, ’’Membangun Budaya Unggul Bangsa Indonesia dengan Bercermin pada Bangsa Jerman’’ dan peluncuran Pusat Pengembangan Budaya Unggul Bangsa (PPBUB), Senin (16/4), di Auditorium Kampus IAIN Walisongo Semarang.
Jana Kehren, dosen Universitas Leipsig Jerman, salah satu narasumber mengatakan, orang Jerman sangat mementingkan kejujuran. Bahkan, kejujuran sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari.
Jones Ihlenfeldt, juga dosen universitas yang sama juga mengatakan, bekerja harus tepat waktu. ’’Kami tidak mengenal istilah jam karet. Kalau orang Jerman berbicara, tidak banyak basabasi. ’’Jerman, mampu bangkit setelah diluluhlantakkan Amerika saat Perang Dunia II, dan tumbuh menjadi bangsa kuat dan maju. Bahkan kini, Jerman menjadi lokomotif Uni Eropa.
Salah satu contoh lain kejujuran adalah soal tertib berlalu lintas. ’’Jika ada orang melanggar lalu lintas, dan berusaha menyogok polisi, seketika itu sang polisi langsung marah dan segera mnilang. Ini adalah bukti antikorupsi di Jerman,’’ tambahnya.(Akhmad Shoim, pegawai Sub Bagian Humas IAIN Walisongo Semarang dan Litbang SKM Amanat-61)

Menggagas Kurikulum Kecerdasan


Muhammad Abu Nadlir *
JEAN Peaget, psikolog Swiss, mengatakan, tujuan paling prinsip dari pendidikan adalah menciptakan manusia yang mampu melakukan hal-hal baru, bukan hanya mengulang apa yang dilakukan generasi sebelumnya. Inti dari tujuan pendidikan adalah menciptakan manusia kreatif, memiliki daya cipta, dan penemu (Jean Peaget, The Psychology of Intelligence, 2001, h. 131).
Namun, bila melihat keadaan di Indonesia, tujuan pendidikan sebagaimana yang dikehendaki Jean Peaget sama sekali belum terjadi. Banyak lembaga pendidikan di negeri ini hanya mengajarkan segala hal yang tidak sesuai dengan kemampuan peserta didik. Akibatnya, banyak peserta didik stres gara-gara yang mereka pelajari di sekolah tidak sesuai dengan kemampuan mereka.

Kurikulum Berbasis Kecerdasan
Salah satu masalah besar dalam dunia pendidikan adalah ketidaktepatan dalam memahami kecerdasan murid-murinya. Peserta didik sering dianggap tidak cerdas karena tidak memahami dengan baik mata pelajaran tertentu, terutama matematika.
Howard Gardner, psikolog dari Universitas Harvard mendekonstruksi pandangan ini dengan menyuguhkan sembilan jenis kecerdasan (Howard Gardner, The Development And Education Of The Mind: The Selected Works Of Howard Gardner, h. 47-54). Macam-macam kecerdasan ini memungkinkan seseorang memiliki kemampuan tertentu yang menonjol, bahkan mungkin tidak disadari oleh yang bersangkutan.
Sembilan kecerdasan tersebut adalah: Pertama, kecerdasan linguistic-verbal, yang memungkinkan seseorang sangat terampil berolah kata, sehingga apa yang dipikirkan dapat dituangkan dalam kata atau kalimat, lisan maupun tulisan. Kecerdasan jenis ini sangat mendukung untuk bercerita, berdebat, berdiskusi, menyampaikan laporan, dan sebagainya yang sejenis yang sangat mendukung berbagai profesi, antara lain: guru, pengacara, orator, penyiar/presenter, penyair, dan editor. Kecerdasan inilah yang menonjol dalam diri orang-orang seperti Shakespeare dan Homeros.
Kedua, kecerdasan logico-mathematic, yang membuat seseorang sangat mudah berinteraksi dengan angka-angka dan mampu memahami hubungan kausal, sehingga memiliki cara berpikir yang logis dan dengan cepat mampu memahami fenomena yang bersifat ilmiah. Kecerdasan jenis ini akan memudahkan untuk menentukan mana yang benar dan mana yang tidak benar dalam kriteria logika. Newton dan Einstein adalah dua dari sekian banyak ilmuan yang menonjol karena kecerdasan jenis ini.
Ketiga, kecerdasan visual-spasial, yang membuat seseorang memiliki kemampuan untuk secara detail menggambarkan apa yang dicerapnya. Kecerdasan ini dimiliki oleh navigator, arsitek, dan para seniman lukis (juga yang berkaitan dengan gambar-gambar, seperti lukisan/foto). Lukisan yang berkualitas dihasilkan oleh pelukis yang memiliki kecerdasan tinggi dalam melihat goresan-goresan yang diciptakannya lewat sapuan kuas.
Demikian juga seorang fotografer yang mumpuni, mampu membuat analisis yang tepat tentang pengaruh cahaya, latar belakang, dan lain sebagainya yang dapat mempengaruhi kualitas hasil foto. Thomas Alva Edison, Pablo Picasso, dan Ansel Adams, adalah orang-orang dengan kecerdasan visual-spasial yang baik.
Keempat, kecerdasan ritmik-musikal, yang membuat seseorang piawai memainkan alat musik karena ia pandai menyimpan nada dalam pikirannya. Ia mampu dengan baik mengingat irama dan kemudian secara mudah terpengaruh oleh musik. Menurut Plato, musik memiliki pengaruh yang sangat besar ke dalam jiwa, bahkan yang terdalam.
Musik juga dapat membantu memberikan stimulus kepada tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang lebih mudah seperti dilakukan oleh para pesenam. Banyak pakar mengatakan, musik juga berpengaruh pada kecerdasan lainnya, karena irama musik dalam menggeser pikiran, mengungkapkan kasih sayang dan memberikan ilham, serta meningkatkan ketakwaan. Karena itu, oleh para sufi Mesir, musik dijadikan sebagai sarana untuk berekstasi kepada Tuhan.
Kelima, kecerdasan kinestetik, yang memungkinkan seseorang dengan mudah melakukan gerakan yang bagi kebanyakan orang sangat sulit, bahkan tidak bisa dilakukan. Kecerdasan ini dimiliki terutama oleh para atlit, pengrajin, montir, dan ahli bedah.
Keenam, kecerdasan interpersonal, yang membuat seseorang mampu berinteraksi secara baik dengan orang lain. Kecerdasan ini pada dasarnya sangat diperlukan untuk menciptakan harmoni dalam masyarakat. Sesuai dengan fitrahnya, sebagaimana dijelaskan Aristoteles dalam bukunya Republica bahwa manusia adalah zoon politicon (makhluk sosial). Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri di pulau-pulau di dunia ini.
Dengan kecerdasan ini, seseorang mampu menjalin relasi dengan orang lain secara lebih empatik, sehingga disenangi banyak orang. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh pemimpin-pemimpin sosial dan politik, seorang yang pandai membuat jaringan (networker), juru runding, dan guru yang baik. Mahatma Gandhi adalah salah seorang yang menonjol dalam kecerdasan interpersonal ini.
Ketujuh, kecerdasan intrapersonal, yang memungkinkan seseorang mengakses perasaannya sendiri yang terdalam, membedakan berbagai keadaan emosi, mampu memahami nilai-nilai hidup untuk membimbing hidupnya. Kecerdasan ini lebih optimal jika distimulasi dengan kegiatan meditasi, kontemplasi, dan berbagai aktivitas penelusuran jiwa secara lebih mendalam. Kecerdasan jenis ini membuat pemiliknya sangat mandiri, fokus pada tujuan, dan sangat disiplin, sehingga kurang suka bekerjasama dengan orang lain. Ini kecerdasan para konselor dan ahli teologi.
Kedelapan, kecerdasan naturalis, yang memungkinkan sesesorang memiliki kemampuan yang lebih dalam mengenali, membedakan, mengungkapkan, dan membuat kategori terhadap apa yang dijumpai di alam alam semesta ini. Kesembilan, kecerdasan eksistensial yang lebih berupa kemampuan untuk berpikir filosofis, selalu bertanya mengapa yang ada ada, atau asal mula dari yang ada, dan ke mana yang ada jika “tiada‘.
Melihat sembilan jenis kecerdasan di atas, maka segenap lembaga pendidikan kiranya perlu mendesain kurikulum yang bisa membuat kecerdasan-kecerdasan dalam diri murid berkembang optimal dengan cara memberikan penghargaan yang sama kepada setiap kecerdasan yang dimiliki para peserta didik. Sebab, dunia masa depan memerlukan individu-individu yang ahli dalam bidangnya, apa pun bidang itu.
*Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Publik Kebijakan Pendidikan Universitas Diponegoro, Semarang

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites